Blockchain untuk Agrikultura Indonesia...

Rantai blok, blockchain, atau semula dieja sebagai block chain, adalah record yang terus berkembang, disebut block, yang terhubung dan diamankan menggunakan teknik kriptografi.

Setiap blok biasanya memuat hash kriptografis dari blok sebelumnya, timestamp, dan data transaksi. Secara desain, blockchain resistan terhadap modifikasi data. Blockchain merupakan sebuah buku besar terdistribusi (distributed ledger) terbuka yang dapat mencatat transaksi antara dua pihak secara efisien dan dengan cara yang dapat diverifikasi dan permanen.

Untuk pemanfaatannya sebagai buku besar terdistribusi, blockchain biasanya dikelola oleh sebuah jaringan peer-to-peer secara kolektif dengan mengikuti protokol tertentu untuk komunikasi antar node dan mengkonfirmasi blok-blok baru. Setelah direkam, data dalam blok tidak dapat diubah secara retroaktif tanpa perubahan pada blok-blok berikutnya, yang membutuhkan konsensus mayoritas jaringan.

Blockchain dirancang dari awal agar aman (secure by design) dan merupakan contoh sistem komputasi terdistribusi dengan Byzantine Fault Tolerance (BFT) yang tinggi. Konsensus terdesentralisasi dapat dicapai dengan blockchain. Hal ini membuat blockchain cocok untuk merekam peristiwa, catatan dan aktivitas pengelolaan record lainnya, seperti manajemen identitas, pemrosesan transaksi, dokumentasi barang bukti, ketertelusuran makanan (food traceability), dan bahkan pemungutan suara (voting).

Solusi untuk Pertanian

Berbagai perusahaan teknologi telah mencoba menerapkan blockchain sebagai solusi di sektor pertanian, salah satunya adalah IBM. Melalui IBM Food Trust, raksasa teknologi ini berkolaborasi dengan Walmart China dan Tsinghua University untuk menciptakan platform blockchain yang mampu meningkatkan kemampuan pelacakan data hasil pertanian. Proyek tersebut juga merangkul beberapa perusahaan besar, seperti Dole, Driscoll, Kroger, Nestle, Tyson, dan Unilever.

Vice President Walmart pada saat itu, Frank Yiannas, mengklaim bahwa uji coba platform buatan IBM mampu menyingkat waktu yang dibutuhkan untuk melacak setumpuk buah mangga pada suatu cabang Walmart ke lokasi produksinya, perkebunan di Meksiko. Ketertelusuran, adalah permasalahan yang dapat dengan lebih baik diselesaikan dengan menerapkan teknologi Blockchain ini.

Pelacakan dengan blockchain ini jauh lebih cepat dibandingkan metode pelacakan biasanya; yang semula membutuhkan nyaris tujuh hari, menjadi hanya 2,2 detik saja. Di sisi lain, berkat waktu yang berhasil dipangkas, perusahaan pun bisa memanfaatkannya untuk mengidentifikasi rantai pasokan yang bermasalah.

Selain untuk melacak hasil pertanian, penerapan blockchain di sektor ini juga mencakup berbagai fokus permasalahan, mulai dari manajemen komoditas, menciptakan marketplace, pembayaran, dan pemanfaatan berbagi data untuk keperluan lainnya.


Desentralisasi

Prinsip Blockchain adalah desentrasilasi, tidak terpusat, tidak ada “Penguasa Tunggal”, adil.. Desentralisasi data jadi hal penting dalam implementasi blockchain. Konsep desentralisasi data mempunyai karakteristik berikut:

Kontrol. Teknologi blockchain memungkinkan para penggunanya untuk memegang kendali penuh atas data masing-masing dalam jaringan. Mereka memiliki kebebasan, tidak harus terpaku secara mutlak pada ketentuan yang ditetapkan oleh pihak tertentu.

Distribusi informasi. Mekanisme penyebaran informasi pada blockchain memungkinkan data terdistribusi secara merata, serta mencegah perubahan data yang dilakukan sepihak. Tiap pihak juga memiliki akses yang sama terhadap data dalam jaringan.

Kapabilitas. Data-data yang tersimpan dalam blockchain memiliki keandalan yang lebih tinggi dibanding sistem terpusat. Infrastruktur blockchain dibangun oleh semua pihak yang terlibat dalam jaringan, sehingga bila terjadi masalah pada sistem salah satu pihak (contoh: bencana alam, peretasan, dan sebagainya), terdapat data yang tersimpan di pihak-pihak lain sebagai cadangan.

Pendekatan aplikasi

Beberapa contoh “keinginan” yang coba dijadikan kenyataan, misalnya Stabilisasi Harga Pangan. Dalam persoalan lonjakan harga pangan, dalam hal ini banyak solusi yang dicoba diupayakan oleh berbagai pihak termasuk pemerintah, namun tetap saja kadang “kumat”.

Demikian juga, yang masih terjadi adalah data dan hasil agrikultra yang kurang transparan. Saat ini kita memang masih belum mampu melacak jalur distribusi ataupun alur dari hasil agrikultura dengan lebih transparan.

Dari dua contoh masalah diatas, pendekatan penyelesaiannya, salah satunya, dapat dilakukan dengan penerapan teknologi blockchain. Ada beberapa contoh aplikasi blockchain, yang sering menjadi contoh di diskusi-diskusi teori, yang juga sebenarnya sudah dilakukan dan diterapkan, yaitu; Tracebility atau Ketertelusuran Produksi Tanaman dan Pangan, dan Supply Chain berbasis blockchain di bidang agrikultura.

Blockchain, dengan mengkombinasikan IoT dan Smart contract akan mendapatkan hasil ketertelusuran bahan pangan dan produk agrikultura. Demikian juga Ketertelusuran Supply chain dari Makanan dan hasil agrikultura, sangat penting untuk mengeksplorasi sumber dari mana makanan itu berasal. Hasilnya, berguna untuk memastikan bahwa makanan yang disediakan aman untuk dikonsumsi.

Dengan aplikasi blockchain, menjadi mungkin untuk membawa kepercayaan (trust) dan transparansi dalam ekosistem rantai pasokan makanan, memastikan keamanan pangan bagi semua orang.