Rumbia (Metroxylon sagu)

Rumbia (Metroxylon sagu) atau disebut juga (pohon) sagu adalah nama sejenis palma penghasil tepung sagu. Nama-nama lainnya di berbagai daerah di Sumatra dan Sulawesi adalah rumbieu, rembie, rembi, rembiau, rambia, hambia, humbia, lumbia, rombia, rumpia.
Di Maluku dikenal sebagai ripia, lipia, lepia, lapia, lapaia, hula atau huda. Di Jawa, ambulung, bulung, (am)bulu, tembulu (Jw.), bhulung (Md.), dan ki ray (Sd.).

Di negara-negara tetangga dikenal sebagai balau (Sarawak), lumbia (Filipina), thagu bin (Burma), sa kuu (Kamboja), dan sa khu (Thailand), dan Sago Palm (Ingg.).

Metroxylon berasal dari bahasa Gerika: metra yang berarti ‘rahim’, mengacu kepada inti batang atau empulur (pith); dan xulon atau xylon yang berarti kayu. Sementara itu kata penunjuk jenisnya, sagu berasal dari bahasa Jawa dan memiliki arti pati yang terkandung dalam batang palma.

Pohon palma yang merumpun, dengan akar rimpang yang panjang dan bercabang-cabang. Batang berbentuk silinder tidak bercabang dengan diameter 50–90 cm, batang bebas daun dapat mencapai tinggi 16–20 m pada saat masa panen. Daun-daun besar, majemuk menyirip, panjang hingga 7 m, dengan panjang anak daun lk. 1,5 m; bertangkai panjang dan berpelepah.

Sebagaimana gebang, rumbia berbunga dan berbuah sekali (monocarpic) dan sudah itu mati. Karangan bunga bentuk tongkol, panjang hingga 5 m. Berumah satu (monoesis), bunga rumbia berbau kurang enak. Pohon sagu yang masih muda mempunyai kulit yang lebih tipis dibandingkan sagu dewasa. Batang sagu terdiri atas lapisan kulit bagian luar yang keras dan bagian dalam berupa empulur atau isi sagu yang mengandung serat-serat dan pati. Tebal kulit luar yang keras sekitar 3–5 cm.

Morfologi

Tanaman sagu (Metroxylon sp.) merupakan salah satu tumbuhan dari keluarga palmae wilayah tropic basah. Secara ekologi, sagu tumbuh pada daerah rawa-rawa air tawar atau daerah rawa bergambut, daerah sepanjang aliran sungai, sekitar sumber air, atau hutan-hutan rawa. Habitat tumbuh sagu dicirikan oleh sifat tanah, air, mikro iklim, dan spesies vegetasi dalam habitat itu.

Secara umum terdapat tiga (3) jenis tanaman sagu yang dominan baik pada daerah pasang surut dekat laut maupun daerah rawa yang tidak dipengaruhi oleh pasang surut air laut yaitu: sagu Molat/Roe (Metroxylonsagus Rottbol), sagu Tuni/Runggamanu (Metroxylonrumphii Martius), dan sagu Rotan/rui (Metoxylon microcanthum Martius).

Jenis sagu Molat/Roe paling banyak populasinya dibandingkan dengan jenis sagu lainya karena jenis sagu tersebut lebih diminati dan lebih dikembangkan oleh masyarakat. Sagu jenis Molat/Roe memiliki ciri : aci yang dihasilkan berwarna putih dan rasanya enak sehingga jenis sagu ini yang banyak diolah untuk dijadikan bahan makanan.

Sagu tumbuh dalam bentuk rumpun. Setiap rumpun terdiri atas 1-8 batang sagu, dan pada setiap pangkal tumbuh 5-7 batang anakan. Pada kondisi liar, rumpun sagu akan melebar dengan jumlah anakan yang banyak dalam berbagai tingkat pertumbuhan. Tanaman sagu tumbuh berkelompok membentuk rumpun mulai dari anakan sampai tingkat pohon. Tajuk pohon terbentuk dari pelepah yang berdaun sirip dengan tinggi pohon dewasa berkisar antara 8-17 m, tergantung pada jenis dan tempat tumbuhnya.

Batang

Batang merupakan bagian terpenting dari tanaman karena merupakan gudang penyimpanan pati atau karbohidrat yang lingkup penggunaannya dalam industri sangat luas, seperti industri pangan, pakan, alkohol, dan berbagai industri lainnya. Batang sagu berbentuk silinder yang tingginya dari permukaaan tanah sampai pangkal bunga berkisar 10-15 m, dengan diameter batang pada bagian bawah mencapai 35-50 cm, bahkan dapat mencapai 80-90 cm.

Umumnya diameter batang bagian bawah lebih besar daripada bagian atas, dan batang bagian bawah umumnya mengandung pati lebih tinggi daripada bagian atas. Pada waktu panen, berat batang sagu dapat mencapai lebih dari dari 1 ton, kandungan patinya berkisar antara 15-30% (berat basah), sehingga satu pohon sagu mampu menghasilkan 150-300 kg pati basah.

Daun

Daun sagu berbentuk memanjang (lanceolatus), agak lebar dan berinduk tulang daun di tengah, bertangkai daun. Antara tangkai daun dengan lebar daun terdapat ruas yang mudah dipatahkan. Daun sagu mirip dengan daun kelapa, mempunyai pelepah yang menyerupai daun pinang. Pada waktu muda, pelepah tersusun secara berlapis, tetapi setelah dewasa terlepas dan melekat sendiri-sendiri pada ruas batang. Tanaman sagu yang tumbuh pada tanah liat dengan penyinaran yang baik, pada saat dewasa memiliki 18 tangkai daun yang panjangnya 5-7 m.

Dalam setiap tangkai sekitar 50 pasang daun yang panjangnya bervariasi antara 60-180 cm dan lebarnya sekitar 5 cm. Pada waktu muda daun sagu berwarna hijau muda yang berangsur-angsur berubah menjadi hijau tua, kemudian menjadi coklat kemerahan apabila sudah tua dan matang. Tangkai daun yang sudah tua akan lepas dari batang. Tanaman sagu memiliki sekitar 1000 stomata per mm2 daun, sehingga sangat efisien dalam melakukan fotosintesa. Tanaman sagu mengikat CO2 sepanjang tahun, kemudian dikonversi sebagai karbohidrat yang tersimpan pada batang dalam jumlah yang besar.

Bunga dan Buah

Tanaman sagu berbunga dan berbuah pada umur 10-15 tahun, bergantung pada jenis dan kondisi pertumbuhannya. Sesudah itu pohon akan mati. Awal fase berbunga ditandai dengan keluarnya daun bendera yang ukurannya lebih pendek daripada daun-daun sebelumnya. Bunga sagu merupakan bunga majemuk yang keluar dari ujung atau pucuk batang, berwarna merah kecoklatan seperti karat. Bunga sagu tersusun dalam manggar secara rapat, berukuran kecil-kecil, warnanya putih berbentuk seperti bunga kelapa jantan, dan tidak berbau.

Bunga sagu bercabang banyak yang terdiri atas cabang primer, sekunder dan tersier. Pada cabang tersier terdapat sepasang bunga jantan dan betina, namun bunga jantan mengeluarkan tepung sari sebelum bunga betina terbuka atau mekar. Oleh karena itu diduga bahwa tanaman sagu adalah tanaman yang menyerbuk silang, sehingga bilamana tanaman ini tumbuh soliter jarang sekali membentuk buah. Bila sagu tidak segera ditebang pada saat berbunga maka bunga akan membentuk buah. Buah berbentuk bulat kecil, bersisik dan berwarna coklat kekuningan, tersusun pada tandan mirip buah kelapa. Waktu antara bunga mulai muncul sampai fase pembentukan buah berlangsung sekitar dua tahun.

Lingkungan tumbuh

Tanaman sagu pada umumnya tumbuh di lahan basah, dimana pada lahan basah pertumbuhan sagu akan lebih baik, karena sagu membutuhkan kebutuhan air yang banyak. Akan tetapi sagu juga bisa tumbuh di lahan kering namun tergantung pada varietas yang akan digunakan. Sehingga tentunya dalam hal budidaya akan ada perbedaan baik di lahan basah maupun lahan kering.

Dikenal dua jenis sagu, yaitu Metroxylon sp. dan Arenga sp. Metroxylon sp. umumnya tumbuh pada daerah rawa dan lahan marginal sedangkan Arenga sp. tumbuh pada daerah kering dan lahan kritis. Sagu merupakan tanaman monokotil dari famili palmae.

Lingkungan yang baik untuk pertumbuhan sagu adalah daerah yang berlumpur, akar napas tidak terendam, kaya mineral, kaya bahan organik, air tanah bewarna cokelat dan bereaksi agak masam. Habitat tersebut cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme yang sangat berguna bagi pertumbuhan tanaman sagu.

Pada tanah-tanah yang tidak cukup tersedia mikroorganisme penyubur tanah, pertumbuhan tanaman sagu kurang baik. Selain itu, pertumbuhan tanaman sagu juga dipengaruhi oleh adanya unsur hara yang disuplai dari air tawar terutama fosfat, kalium, dan magnesium. Akar napas sagu yang terendam terus menerus akan menghambat pertumbuhan tanaman sagu, sehingga pembentukan pati dalam batang juga terhambat.


Penyebaran

Sagu diperkirakan berasal dari Maluku dan Papua dan telah lama menyebar di nusantara. Luas areal sagu yang terdapat di Indonesia diperkirakan lebih dari satu juta Ha. Perkiraan sebaran sagu di Indonesia meliputi Irian Jaya, Maluku, Sulawesi, Sumatera, Kalimantan, dan Jawa.

Sagu yang baik pertumbuhannya terutama ditemukan di Papua Nugini, Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, dan Pasifik Selatan yang meliputi areal 2,2 juta Ha. Rumbia menyukai tumbuh di rawa-rawa air tawar, aliran sungai dan tanah bencah lainnya, di lingkungan hutan-hutan dataran rendah sampai pada ketinggian sekitar 700 m dpl. Pada wilayah-wilayah yang sesuai, rumbia dapat membentuk kebun atau hutan sagu yang luas.

Rumbia (Metroxylon sagu)

0
(Ha.) Luas Lahan Total
0
(Ha.) Luas Lahan Hutan
0
(Ha.) Luas Lahan Budidaya
Produk Sagu

Produk Utama Sagu (Metroxylon sp.) merupakan salah satu sumber karbohidrat penting di beberapa bagian negara di dunia. Lebih dari 50% atau sekitar 1,1 juta ha diantaranya ada di Indonesia. Pati sagu dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan non pangan. Masyarakat di Papua, Maluku dan Sulawesi mengkonsumsi pati sagu sebagai bahan pangan pokok dalam bentuk kapurung atau papeda. Selain itu, pati sagu dikonsumsi dalam bentuk makanan tradisional seperti sagu lempeng/dange dan bagea.

Pada sektor industri (pangan maupun non pangan) pati sagu dimanfaatkan dalam bentuk pati termodifikasi seperti pati teroksidasi maupun pati terfosforilasi.

Dalam industri kertas, pati teroksidasi digunakan untuk bahan sizing dan coating (pelapis) untuk memproduksi kertas yang bermutu tinggi seperti kertas kalender dan kertas tulis halus. Pati teroksidasi juga digunakan sebagai bahan sizing dalam industri tekstil untuk memproduksi kain-kain halus dari bahan katun dan bahan sintetis campuran lainnya. Sedangkan pati terfosforilasi dapat dimanfaatkan dalam industri pangan, kertas, adhesive, tekstil, obat-obatan dan detergent.

Dengan perkembangan teknologi, pati sagu dapat dijadikan bahan baku untuk pembuatan plastik yang dikenal dengan sebutan plastik biodegradabel. Dalam industri pangan pati teroksidasi digunakan sebagai bahan pengental, emulsifier, pengikat, pencegah sineresis dan fungsi lainnya untuk mempertahankan mutu suatu produk pangan. Pati teroksidasi yang memiliki sifat gel yang stabil banyak digunakan pada industri candy atau permen.

Prospek pasar sagu sebenarnya cukup baik. Permintaan terus meningkat baik untuk kebutuhan domestik maupun ekspor. Secara nasional permintaan diperkirakan mencapai ± 300.000 ton. Permintaan dalam negeri meningkat seiring dengan perkembangan industri makanan, farmasi dan lainnya. Pasar ekspor yang potensial yaitu Jepang, Kanada, Amerika Serikat, Inggris, Thailand dan Singapura.

Sagu berpotensi sebagai substitusi bahan baku pembuatan kue, mie, makanan penyedap, berbagai jenis minuman, perekat, industri farmasi, biodegradable plastic dan sumber bahan baku etanol. Pengembangan tepung sagu menjadi bahan pensubtitusi dalam pembuatan roti berbahan sagu menjadi langkah-langka penting dan nyata dalam melakukan diversifikasi pangan dan mengurangi impor gandum.